DASAR DASAR TAUHID


”Tauhid menjadi dasar segala sesuatu. Termasuk ibadah kepada Allah, kepada orang tua, dan ibadah kepada guru! Mengapa disebut ibadah? Kenapa tidak! Melayani orang tua dan guru dapat berarti ibadah! Saya katakan niat seperti ini dinamakan ibadah!”
Demikianlah dawuh KHR. As’ad Syamsul Arifin tentang pentingnya tauhid dalam kehidupan sehari-hari. Memang, tingkah laku manusia dalam kehidupannya dipengaruhi oleh aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jika sesorang memiliki nilai kapasitas yang seimbang dari ketiga aspek tersebut, maka secara teori ia dapat hidup harmoni dengan lingkungan dan dengan dirinya karena ia mampu mengamati dan merespon permasalahan secara benar dan proporsional.
Jadi pengetahuan tentang nilai akhlak itu sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan kepribadian terutama bagi anak yang memiliki fitrah bawaan yang baik. Pengetahuan tentang nilai-nilai akhlak bisa disampaikan; (a) oleh orang tua di rumah, sejak dini, melalui dongeng sebelum tidur, kemudian melalui nasehat rutin, nasehat khusus sehubungan dengan event-event penting, misalnya ketika akan berangkat merantau, ketika dalam proses memilih jodoh, ketika memulai hidup rumah tangga, ketika menduduki suatu jabatan dan sebagainya,
(b) oleh guru sekolah, berupa pelajaran ilmu akhlak atau budi pekerti, meski pada umumnya lebih pada aspek kognitif, sedikit aspek afektif, tetapi disiplin sekolah, cukup besar pengaruhnya dalam diri si murid, sekurang-kurangnya masuk ke dalam alam bawah sadar, (c) oleh ulama atau orang bijak setiap usai shalat atau dalam pengajian, atau dalam pertemuan khusus, (d) oleh cendekiawan melalui forum diskusi, (e) melalui literatur yang terprogram, dan (f) bisa juga diperoleh dari peristiwa yang mengesankan hatinya yang kemudian dijadikan pelajaran.  sukorejo.com)

Perasaan Malu di Balik Rasa Bangga

Ketika saya menyaksikan warga Inggris dan orang-orang Barat lainnya demikian patuh dan disiplin menjalankan aturan yang juga menjadi nilai-nilai luhur universal seperti semangat keadilan, tidak melakukan hal-hal yang merugikan orang lain, berdisiplin tinggi, tidak egois, demikian teguh memegang prinsip kemanusiaan, perasaan ini seperti disayat-sayat menyaksikan betapa kita warga muslim jengah dengan dengan itu. Masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam, mulai dari pemerintah, pejabat hingga masyarakatnya, justeru dengan senang hati melakukan pelanggaran-pelanggaran yang telah dengan tegas dilarang oleh agama dan Negara.
Korupsi yang sudah nyaris mustahil diberantas, kekerasan yang sudah menjadi kebiasaan dan seabrek perbuatan hina lainnya, adalah contoh betapa umat muslim di sini sedemikian parahnya. Perasaan ini tercabik-cabik.
Lebih khusus lagi saat saya kerap menyaksikan betapa semangatnya orang-prang non pesantren mempelajari agama, akhlak, sopan santun dan merebaknya upaya-upaya pendekatan diri kepada Tuhan, perasaan ini ini terasa semakin terluka.
Sebagai orang pesantren saya sangat merasakan betapa di zaman ini santri sudah banyak yang menyimpang. Mereka mondok di pesantren sudah tidak lagi memiliki niat yang tulus dan cita-cita yang tinggi untuk mempelajari agama secara mendalam. Mereka sudah lebih tertarik mempelajari ilmu-ilmu terapan yang memberikan janji-janji kebahagiaan duniawi semata.
Ini juga sudah lama dirasakan para pengasuh pondok pesantren yang lain. Mereka sering saling sambat ketika kami bertemu di sebuah majlis.
Mempelajari ilmu-ilmu computer sudah jauh lebih menarik dibanding mengaji kitab Sullam-Safinah. Kitab kuning, ilmu Al Quran, Tauhid, Fiqh, Tafsir dan
sejenisnya sudah sedemikian menakutkannya bagi mereka.
Terus terang saya sangat bangga menjadi seorang muslim, menjadi warga pesantren. Namun perasaan ini terluka menyaksikan fenomena belakangan.  sukorejo.com)


0 komentar to "DASAR DASAR TAUHID"

Posting Komentar

TERJEMAHKAN BLOG

BERLANGGANAN

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

CATEGORY

Blog Archive

Web hosting for webmasters